PUASA
RAMADHAN DAN BUDAYA KONSUMTIF
Bila bulan ramadahan
menjelang masayarakaat muslim biasanya seakan berlomba untuk membeli segala
sesuatu yang menyangkut kebutuhan hidup, baik sandang, pangan, dan papan.
Membeli makanan dan minuman yang beraneka ragam merk, yang jumlahnya meningkat
tajam bila dibanding dengan hari biasa di luar ramadhan, membeli
aksesori-aksesori rumah yang mahal-mahal, sehingga kelihatan sekali seakan
bulan ramadhan itu adalah waktu untuk membeli segala sesuatu yang berjumlah
banyak dan mahal. Padahal gaya hidup (life
style) seperti ini jelas bertolak belakang dengan apa yang dianjurkan oleh
Nabi Muhammmad SAW justru mengajarkan yang sebaliknya kepada umatnya agar hidup
sederhana dan tidak berlebihan. Tapi itulah fenomena yang terjadi di masyarakat
kita dimana pemenuhan kebutuhan yang berlebihan tersebut seakan merupakan suatu
tradisi yang sudah lazim yang wajib dipenuhi bagaimanpun caranya. Pertanyaannya
adalah mengapa perilaku seperti ini muncul, apakah sesungguhnya yang terjadi?
Ibadah puasa ramadhan
sebenarnya merupakan suatu ibadah yang banyak mengandung nilai-nilai kehidupan
yang mengajarkan kepada kita umat muslim untuk mempraktekkan gaya hidup
sederhana sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi. Dengan melaksanakan
puasa diharapakan akan memunculkan sikap hidup yang sederhana dengan
menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama kita yang kurang beruntung dalam
hal ekonomi misalnya. Mereka yang biasanya sering kekurangan dan kelaparan
sehari-hari hendaknya mengingatkan pada
diri kita beginilah yang dirasakan orang-orang miskin betapa beratnya tidak
makan dan minum yang terkadang berhari-hari mereka alami. Sehingga ke depannya
diharapkan bahwa akan muncul sikap kasih kita dan simpati kepada saudara yang
miskin tersebut sehingga lalu kita ingin memberikan atau menafkahkan sebagian
rezeki yang kita dapat untuk disedekahkan, agar mereka juga mendapat
kegembiraan yang sama sebagaimana kita alami di bulan ramadhan ini
Tapi sayangnya ibadah
puasa yang banyak dilakukan oleh umat muslim tersebut terkadang tidak mencapai
sasaran yang dikehendaki oleh tuntunan agama tersebut, yaitu munculnya kepekaan
sosial untuk membantu sesama. Bagaimana tidak
di saat begitu banyaknya orang-orang yang membutuhkan bantuan dan
pertolongan dari muslim yang mampu, tapi dalam realitanya terkadang tak ada
yang peduli sedikitpun pada nasib mereka. Orang yang mampu dalam hal ekonomi
memiliki harta benda yang bercukupan, makanan dan minuman yang enak-enak sangat
kontras dengan apa yang dialami oleh si miskin yang menjerit menahan lapar.
Sudah menjadi tradisi
dalam masyarakat bila ramadhan datang harga kebutuhan pokok dan kebutuhan
lainnya membubung naik. Meroketnya harga-harga tersebut dipicu oleh karena
tingginya permintaan dan kebutuhan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhannya
selama ramadhan, namun sekalipun harga-harga menjadi naik, masayarakat seakan
tidak peduli, tapi tetap antusias dengan budaya konsumtifnya, tak peduli
mahalnya harga suatu barang, senantiasa tetap dibeli dan dipenuhi. Sehingga
tidak mengherankan bila harga-harga kebutuhan tersebut menjadi melambung
harganya jika dibanding dengan hari-hari biasa selain ramadhan.
Munculnya budaya
masyarakat yang sangat konsumtif dalam rangka pemenuhan kebutuhannya tersebut
dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan paling tidak dipicu oleh beberapa hal:
Pertama, tradisi yang sudah mengakar, sudah menjadi galib di kalangan masyarakat muslim bahwa bila
ramadhan tiba dan Idul Fitri menjelang, maka seakan berlomba-lomba untuk
memakan yang enak-enak dan mahal-mahal untuk dimakan ketika berbuka puasa,
membeli minuman yang bermerk dan mahal dan membeli pakaian yang bagus-bagus.
Alasannya simple, karena ini bulan
ramadhan maka harus beda dengan bulan-bulan yang lain. Celakanya kebiasaan
seperti ini sudah menjadi sebuah tradisi mengakar dan mendarah daging yang
sulit dihapuskan begitu saja di masyarakat. Contoh kecil saja, bila lebaran
tiba orang biasanya sibuk untuk membeli pakaian baru (baju lebaran) seakan
kalau tidak serba baru, rasanya lebaran
itu menjadi hambar dan afdhal.
Kebiasaan masyarakat pokoknya semuanya harus baru dan ini tidak bisa di
tawar-tawar.
Kalau kita tengok sejarah, Nabi Muhammad
SAW sangat mempraktekkan gaya hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam hal
apa yang beliau makan, minum, dan pakaian yang dikenakannya. Nabi biasa menutup
puasanya ketika waktu berbuka puasa dengan hanya dengan meminum air zam zam dan
memakaan buah kurma, padahal kita tahu kalau beliau mau, bisa saja makan yang
enak-enak dan mahal-mahal karena beliau adalah pemimpin umt Islam saat itu yang
bisa saja melakukannya. Tapi hal itu tidak beliau lakukana karena ingin
memeberi contoh tauladan kepada umatnya untuk melakukn hidup sederhana. Jadi
pada dasarnya tradisi menumpuk makanan yang banyak dan membeli baju lebaran
yang harus baru dan mahal tersebut sebenarnya bukanlah tuntunan islam tetapi
sudah menjadi teradisi yang turun temurun di dalam masyarakat kita, yang
seharusnya bisa kita jadikan pelajaran yng berharga. Janganlah kita memakan,
meminum, dan memakai sesuatu yang berlebihan, tetapi hendaklah secukupnya dan
sepantasnya saja, sebagaiamana Allah SWT tegaskan dalam firmannya:
Makan dan minymlah kamu sekalian,
tapi jangan berlebiahn. Firman Allah tersebut
mengingatkan kita untuk tidak over
dalam segala hal khususnya dalam perilaku keseharian kita, tetapi berlakulah
sesuai dngan kemampauan kita dan tetap melakukan pola hidup sederhana.
Kedua, budaya pamer, menurut antropolog Amerika Clifford Geertz dalam bukunya the Interpretation of Cultures, bahwa
suatu masyarakat akan menunjukkan eksistensinya dengan memunculkan
simbol-simbol tertentu. Sudah lazim dalam kehidupan masyarakat yang suka memamerkan kekayaan dan
kelebihannya, karena ingin menunjukkn simbol kekayaan dan kesuksesan dalam
hidup dengan banyaknya mobil yang mengisi garasi mereka, banyaknya rumah mewah
yang mereka miliki, semua itu bukan dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan akan
kendaraan dan tempt tinggal, tapi lebih
dari itu adalah untuk menunjukkan simbol kekayaan yang mereka miliki. Begitu
juga dalam kenyataan kehidupan kita
seperti mudiknya para perantau dengan mobil-mobil mewah dan penampilan yang
keren, seakan mereka ingin menunjukkan bahwa mereka telah sukses di rantau dan
ingin pamerkan kesuksesan tersebut pada saudara dan tetangganya. Inilah
kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat yang mana sikap pamer itu muncul
karena ingin dianggap sukses dan
berhasil dalam hidupnya, daan kekayaan itulah sebagai simbolnya.
Ketiga, pola hidup hedonistik, kaum hedonis adalah kaum penikmat dan pencari kesenangan dunia, yang
menjadi tujuan hidupnya adalah mencari kesenangan hidup semata. Hal ini jelas
bertentangan dengan ajaran Islam yang menegaskan bahwa ibadah, hidup, dan mati
kita hanya karena Allah SWT semata. Kalau kita mau jujur, gejala hidup kaum hedonis ini tak dapat kita pungkiri
telah meracuni kehidupan kita sebagai muslim, banyak di antara kita hidup hanya
untuk bersenang-senang dan berhura-hura tanpa memikirkan hidup sesudah mati
kelak. Sebagai muslim yang baik kita harus menghindari gaya hidup hedonistik tersebut karena memang tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Orang Islam tidak dilarang untuk menjadi kaya,
tetapi orang Islam akan dimurkai oleh Allah SWT
bila kaya tetapi lalu jadi sombong dan arogan karena merasa apa yang
dimilikinya bukan berasal dari Allah SWT, maka sadarlah bahwa harta benda yang
kita miliki hanya titipan sementara Allah SWT yang tidak bisa dibawa mati dan
tidak biasa menolong kita. Tapi sebaiknya kita menjadikan harta benda yang
dimiliki menjadi sarana untuk
mendekaatkan diri kepadaNya.
Kita harus ingat
sejarah Qorun sepupu nabi Musa yang tadinya miskin lalu menjadi kaya, tapi
setelah kaya ia lalu lupa diri menjadi sombong dan takabur. Apa yang terjadi
pada diri Qorun selanjutnya? Al-Quran mengabadikan kisahnya bahwa harta benda
melimpah yang dimilikinya dibenamkan Allah ke dalam tanah.
Jadi mari kita niatkan
puasa ramadhan ini untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan,
janganlah kita jadikan nikmat yang Allah berikan menjadikan kita untuk
berfoya-foya dan bersenang-bersenang di bulan ramadhan ini. Mari kita jalani
hidup ini apa adanya tanpa harus buta dengan kelebihan rezeki yang Allah
berikan. Semoga amal ibadah kita di bulan suci ini diterimaNya. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar