Senin, 21 April 2014


PUASA RAMADHAN DAN BUDAYA KONSUMTIF

     Bila bulan ramadahan menjelang masayarakaat muslim biasanya seakan berlomba untuk membeli segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan hidup, baik sandang, pangan, dan papan. Membeli makanan dan minuman yang beraneka ragam merk, yang jumlahnya meningkat tajam bila dibanding dengan hari biasa di luar ramadhan, membeli aksesori-aksesori rumah yang mahal-mahal, sehingga kelihatan sekali seakan bulan ramadhan itu adalah waktu untuk membeli segala sesuatu yang berjumlah banyak dan mahal. Padahal gaya hidup (life style) seperti ini jelas bertolak belakang dengan apa yang dianjurkan oleh Nabi Muhammmad SAW justru mengajarkan yang sebaliknya kepada umatnya agar hidup sederhana dan tidak berlebihan. Tapi itulah fenomena yang terjadi di masyarakat kita dimana pemenuhan kebutuhan yang berlebihan tersebut seakan merupakan suatu tradisi yang sudah lazim yang wajib dipenuhi bagaimanpun caranya. Pertanyaannya adalah mengapa perilaku seperti ini muncul, apakah sesungguhnya yang terjadi?
     Ibadah puasa ramadhan sebenarnya merupakan suatu ibadah yang banyak mengandung nilai-nilai kehidupan yang mengajarkan kepada kita umat muslim untuk mempraktekkan gaya hidup sederhana sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi. Dengan melaksanakan puasa diharapakan akan memunculkan sikap hidup yang sederhana dengan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama kita yang kurang beruntung dalam hal ekonomi misalnya. Mereka yang biasanya sering kekurangan dan kelaparan sehari-hari  hendaknya mengingatkan pada diri kita beginilah yang dirasakan orang-orang miskin betapa beratnya tidak makan dan minum yang terkadang berhari-hari mereka alami. Sehingga ke depannya diharapkan bahwa akan muncul sikap kasih kita dan simpati kepada saudara yang miskin tersebut sehingga lalu kita ingin memberikan atau menafkahkan sebagian rezeki yang kita dapat untuk disedekahkan, agar mereka juga mendapat kegembiraan yang sama sebagaimana kita alami di bulan ramadhan ini
     Tapi sayangnya ibadah puasa yang banyak dilakukan oleh umat muslim tersebut terkadang tidak mencapai sasaran yang dikehendaki oleh tuntunan agama tersebut, yaitu munculnya kepekaan sosial untuk membantu sesama. Bagaimana tidak  di saat begitu banyaknya orang-orang yang membutuhkan bantuan dan pertolongan dari muslim yang mampu, tapi dalam realitanya terkadang tak ada yang peduli sedikitpun pada nasib mereka. Orang yang mampu dalam hal ekonomi memiliki harta benda yang bercukupan, makanan dan minuman yang enak-enak sangat kontras dengan apa yang dialami oleh si miskin yang menjerit menahan lapar.
     Sudah menjadi tradisi dalam masyarakat bila ramadhan datang harga kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya membubung naik. Meroketnya harga-harga tersebut dipicu oleh karena tingginya permintaan dan kebutuhan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhannya selama ramadhan, namun sekalipun harga-harga menjadi naik, masayarakat seakan tidak peduli, tapi tetap antusias dengan budaya konsumtifnya, tak peduli mahalnya harga suatu barang, senantiasa tetap dibeli dan dipenuhi. Sehingga tidak mengherankan bila harga-harga kebutuhan tersebut menjadi melambung harganya jika dibanding dengan hari-hari biasa selain ramadhan.
     Munculnya budaya masyarakat yang sangat konsumtif dalam rangka pemenuhan kebutuhannya tersebut dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan paling tidak dipicu oleh beberapa hal:
      Pertama, tradisi yang sudah mengakar, sudah menjadi galib di kalangan masyarakat muslim bahwa bila ramadhan tiba dan Idul Fitri menjelang, maka seakan berlomba-lomba untuk memakan yang enak-enak dan mahal-mahal untuk dimakan ketika berbuka puasa, membeli minuman yang bermerk dan mahal dan membeli pakaian yang bagus-bagus. Alasannya simple, karena ini bulan ramadhan maka harus beda dengan bulan-bulan yang lain. Celakanya kebiasaan seperti ini sudah menjadi sebuah tradisi mengakar dan mendarah daging yang sulit dihapuskan begitu saja di masyarakat. Contoh kecil saja, bila lebaran tiba orang biasanya sibuk untuk membeli pakaian baru (baju lebaran) seakan kalau tidak serba baru,  rasanya lebaran itu menjadi hambar dan afdhal. Kebiasaan masyarakat pokoknya semuanya harus baru dan ini tidak bisa di tawar-tawar.
      Kalau kita tengok sejarah, Nabi Muhammad SAW sangat mempraktekkan gaya hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam hal apa yang beliau makan, minum, dan pakaian yang dikenakannya. Nabi biasa menutup puasanya ketika waktu berbuka puasa dengan hanya dengan meminum air zam zam dan memakaan buah kurma, padahal kita tahu kalau beliau mau, bisa saja makan yang enak-enak dan mahal-mahal karena beliau adalah pemimpin umt Islam saat itu yang bisa saja melakukannya. Tapi hal itu tidak beliau lakukana karena ingin memeberi contoh tauladan kepada umatnya untuk melakukn hidup sederhana. Jadi pada dasarnya tradisi menumpuk makanan yang banyak dan membeli baju lebaran yang harus baru dan mahal tersebut sebenarnya bukanlah tuntunan islam tetapi sudah menjadi teradisi yang turun temurun di dalam masyarakat kita, yang seharusnya bisa kita jadikan pelajaran yng berharga. Janganlah kita memakan, meminum, dan memakai sesuatu yang berlebihan, tetapi hendaklah secukupnya dan sepantasnya saja, sebagaiamana Allah SWT tegaskan dalam firmannya:
Makan dan minymlah kamu sekalian, tapi jangan berlebiahn. Firman Allah tersebut mengingatkan kita untuk tidak over dalam segala hal khususnya dalam perilaku keseharian kita, tetapi berlakulah sesuai dngan kemampauan kita dan tetap melakukan pola hidup sederhana.
      Kedua, budaya pamer, menurut antropolog Amerika Clifford Geertz dalam bukunya the Interpretation of Cultures, bahwa suatu masyarakat akan menunjukkan eksistensinya dengan memunculkan simbol-simbol tertentu. Sudah lazim dalam kehidupan masyarakat  yang suka memamerkan kekayaan dan kelebihannya, karena ingin menunjukkn simbol kekayaan dan kesuksesan dalam hidup dengan banyaknya mobil yang mengisi garasi mereka, banyaknya rumah mewah yang mereka miliki, semua itu bukan dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan akan kendaraan dan  tempt tinggal, tapi lebih dari itu adalah untuk menunjukkan simbol kekayaan yang mereka miliki. Begitu juga dalam kenyataan kehidupan  kita seperti mudiknya para perantau dengan mobil-mobil mewah dan penampilan yang keren, seakan mereka ingin menunjukkan bahwa mereka telah sukses di rantau dan ingin pamerkan kesuksesan tersebut pada saudara dan tetangganya. Inilah kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat yang mana sikap pamer itu muncul karena  ingin dianggap sukses dan berhasil dalam hidupnya, daan kekayaan itulah sebagai simbolnya.
      Ketiga, pola hidup hedonistik, kaum hedonis adalah kaum penikmat dan pencari kesenangan dunia, yang menjadi tujuan hidupnya adalah mencari kesenangan hidup semata. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang menegaskan bahwa ibadah, hidup, dan mati kita hanya karena Allah SWT semata. Kalau kita mau jujur, gejala hidup kaum hedonis ini tak dapat kita pungkiri telah meracuni kehidupan kita sebagai muslim, banyak di antara kita hidup hanya untuk bersenang-senang dan berhura-hura tanpa memikirkan hidup sesudah mati kelak. Sebagai muslim yang baik kita harus menghindari gaya hidup hedonistik tersebut karena memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Orang Islam tidak dilarang untuk menjadi kaya, tetapi orang Islam akan dimurkai oleh Allah SWT  bila kaya tetapi lalu jadi sombong dan arogan karena merasa apa yang dimilikinya bukan berasal dari Allah SWT, maka sadarlah bahwa harta benda yang kita miliki hanya titipan sementara Allah SWT yang tidak bisa dibawa mati dan tidak biasa menolong kita. Tapi sebaiknya kita menjadikan harta benda yang dimiliki menjadi sarana untuk  mendekaatkan diri kepadaNya.
      Kita harus ingat sejarah Qorun sepupu nabi Musa yang tadinya miskin lalu menjadi kaya, tapi setelah kaya ia lalu lupa diri menjadi sombong dan takabur. Apa yang terjadi pada diri Qorun selanjutnya? Al-Quran mengabadikan kisahnya bahwa harta benda melimpah yang dimilikinya dibenamkan Allah ke dalam tanah.
      Jadi mari kita niatkan puasa ramadhan ini untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, janganlah kita jadikan nikmat yang Allah berikan menjadikan kita untuk berfoya-foya dan bersenang-bersenang di bulan ramadhan ini. Mari kita jalani hidup ini apa adanya tanpa harus buta dengan kelebihan rezeki yang Allah berikan. Semoga amal ibadah kita di bulan suci ini diterimaNya. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar